Blog
Saat ini, dunia mengalami triple disruption (digital – millennial – pandemic) dan VUCA (Volatility – Uncertainty – Complexity – Ambiguity) yang menuntut setiap profesional harus agile dengan perubahan jaman, tak terkecuali profesi trainer. Sebagai salah satu profesi yang bisa dibilang garda terdepan dalam mencetak SDM Indonesia yang berkualitas, tentu saja trainer harus memiliki value-added agar tidak terlindas jaman. Setidaknya ada 8 hal yang harus dikuasai untuk menjadi competitive trainer jaman now. Apa saja itu? Mari kita bahas 8 Employability Skills bagi trainer.
- Initiative and enterprise
Seorang trainer tentu saja harus memiliki kemampuan untuk memulai dan menindaklanjuti suatu rencana atau tugas dan usaha dengan penuh semangat dan tekad yang kuat. Manajemen menyukai trainer yang memiliki inisiatif tinggi bagi organisasi, lalu mempraktekkannya demi kemajuan organisasi.Ada sense of belonging, tidak hanya sekedar kerja for the sake of salary. Jika Anda trainer internal sebuah perusahaan, miliki inisiatif menemukan ide-ide baru dalam metode pembelajaran agar biaya pelatihan perusahaan menjadi cost-effective – TEPAT SASARAN ! Dalam hierarki Kirkpatrick Evaluation Model, program pelatihan yang diselenggarakan mencapai tahapan tertinggi : ada peningkatan terhadap aspek bisnis atau proses bisnis perusahaan. Contoh: peningkatan penjualan, efisiensi waktu kerja, dan sebagainya. Lain lagi cerita jika Anda trainer di sebuah lembaga pelatihan, baik milik pemerintah atau pun swasta. Manajemen tentu saja mengharapkan Anda berinisiatif melihat celah-celah peluang program pelatihan yang saleable sesuai kebutuhan pasar. Jadi, langkah pertama menjadi trainer yang kompetitif di era disrupsi adalah INISIATIF menemukan peluang dan ide baru lalu mempraktikkannya.
- Problem solving
Tidak semua berjalan sesuai rencana atau harapan. Ketika sedang mengajar, listrik tiba-tiba padam. Dikelas, ada peserta yang lambat dalam menyerap materi. H-1 sebelum mengajar, bahan dan alat belum tersedia. Trainer di era disrupsi pantang kehabisan akal. Hindari menyalahkan keadaan, justru saatnya menunjukkan kemampuan problem solving – menyelesaikan masalah melalui sejumlah alternatif solusi yang mungkin dieksekusi.
Seandainya listrik tiba-tiba padam, ubah strategi pembelajaran, cari cara bagaimana proses transferknowledge tetap berjalan. Ketika ada peserta yang lambat menyerap materi, berikan solusi agar yang bersangkutan tidak ketinggalan pelajaran. Jangan langsung panik jika besok mengajar namun bahan dan alat belum tersedia. Solusi tidak akan muncul ditengah kepanikan. Berpikir jernih, kreatif, rasional, serta realistis, serta terbuka dengan masukan orang lain akan sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah
Albert Einstein berpesan bahwa kita tidak bisa menyelesaikan masalah dengan pola pikir yang digunakan saat kita membuatnya. Oleh sebab itu, penting bagi trainer untuk selalu open-minded dan positive thinking ketika berhadapan dengan masalah. Di era disrupsi yang penuh ketidakjelasan, trainerharus menjadi problem solver jika ingin memiliki nilai plus dibandingkan trainer lainnya.
- Planning & organizing
“Kegagalan membuat perencanaan berarti menyiapkan kegagalan itu sendiri” Benjamin Franklin – Founding Father USA
Pelatihan yang sukses akan terwujud jika direncanakan dengan matang lalu dieksekusi dengan tepat oleh trainer yang memiliki kemampuan merencanakan serta mengelola tugas demi tercapainya tujuan pembelajaran. Tanggungjawab trainer tidak hanya sebatas menyampaikan materi namun sudah dimulai sejak persiapan yang bersifat administratif (contoh : absen, form umpan balik peserta), persiapan sumber daya pelatihan (contoh : bahan, alat, sarana prasarana), perencanaan sesi pembelajaran, persiapan modul, perencanaan evaluasi, pengelolaan, dan perencanaan lainnya. Walau ada admin yang membantu, akuntabilitasnya tetap di tangan trainer. Jadi bisa diibaratkan trainer adalah event organizer yang memastikan semua disiapkan dengan seksama lalu saat pelaksanaan pun harus aman, efisien, efektif, tepat waktu dan tanpa salah – no loose ends.
- Communication
Banyak orang yang bilang bahwa komunikasi adalah K.O.E.N.T.J.I. Ucapan itu benar adanya. Sebagai seseorang yang melakukan alih daya pengetahuan sehingga membuat peserta yang awalnya tidak tahu menjadi tahu, tidak paham menjadi paham, tidak bisa menjadi bisa, trainer harus memiliki komunikasi yang baik.
“Komunikasi – penghubung antara manusia, adalah kunci kesuksesan pribadi dan juga karir,.” Paul J. Meyer.
Pernyataan Paul J Meyer tersebut menjadi reminder bagi para trainer untuk menguasai keahlian komunikasi, baik lisan maupun tulisan, verbal maupun non verbal, jika ingin tetap eksis di era disrupsi.
Trainer tidak mungkin bekerja sendiri, pasti butuh berkoordinasi dan bekerjasama dengan banyak pihak. Semua itu tak mungkin berhasil jika trainer memiliki komunikasi yang buruk. Tak kalah penting,trainer harus mampu menafsirkan regulasi, instruksi dan informasi yang sangat diperlukan dalam membuat materi sesuai situasi kondisi terkini serta relevan dengan kebutuhan peserta. Ketika mengajar di kelas, trainer akan berhadapan dengan beragam jenis peserta. Jika trainer hanya melakukan komunikasi 1 arah dan tidak membekali diri dengan keahlian berbicara di depan orang banyak secara terstruktur, jelas dan lantang, bisa dipastikan peserta akan demotivasi. Materi tidak terserap dengan baik, atau demonstrasi tidak dapat dipahami, akhirnya tujuan pembelajaran tidak tercapai. Jadi, untuk menjadi trainer, modal pintar saja tidak cukup, Anda harus menguasai kemampuan komunikasi yang efektif dan berlangsung 2 arah.
- Self-management
Trainer di era disrupsi harus mampu mengelola diri, perilaku, pikiran dan emosi dengan cara yang produktif ketika menjalankan perannya, mulai dari merencanakan pelatihan sampai mengevaluasi pelaksanaannya.
“Being a self-leader is to serve as chief, captain, president, or CEO of one’s own life.” – Peter Drucker
Menurut Bapak Manajemen Modern – Peter Drucker, menjadi pemimpin diri sendiri berarti harus melayani dan berperan sebagai kepala, kapten, presiden, atau CEO dari kehidupan sendiri.
Jadi, untuk menjadi trainer yang kompetitif di era disrupsi, mulailah dengan menjadi pemimpin bagi diri sendiri yang berhasil melayani kehidupan sendiri. Atur performa diri dalam perencanaan dan pengelolaan pelatihan, kebutuhan belajar demi peningkatan kompetensi diri, penguasaan teknologi, dinamika kelompok, penyelesaian masalah, serta berinovasi.
Ketika seorang trainer berhasil mengelola diri, perilaku, pikiran dan emosi dengan cara yang produktif, maka pelatihan yang dikelola pun akan menjadi efektif.
- Life long-learning
Anda ingin awet muda?
Teruslah belajar sepanjang hayat sebagaimana Henry Ford berkata “Barangsiapa yang berhenti belajar, akan tua walaupun berumur 20 atau 80. Namun siapa saja yang terus belajar, terlihat muda. Hal terbaik dalam hidup adalah menjaga jiwa tetap muda”
Trainer yang mengajar dengan hati, selalu terlihat muda, jiwanya selalu hidup, tidak pernah mati karena selalu terisi dengan hal-hal baru. Agar kompetitif di era disrupsi, trainer tidak boleh merasa cukup dengan ilmu yang dimiliki. Teruslah belajar beradaptasi terhadap perubahan, teknik komunikasi efektif, teknologi-teknolgi baru, perencanaan & pengorganisasian, manajemen diri, penyelesaian masalah, serta bekerja dalam situasi yang berubah-ubah.
Ketika mengajar di dalam kelas, trainer bertemu dengan peserta dari beragam latar belakang. Jangan pernah merasa lebih pintar atau hebat, karena bisa jadi trainer mendapat ilmu dari peserta. Trainer juga bisa belajar dari pihak lain saat menyiapkan pelatihan atau selama proses pembelajaran. Tetaplah rendah hati mendengarkan dan menerima hal-hal baru dari siapa saja. Itulah yang membuat trainerkeep alive !
- Technology literacy
Di jaman yang serba digital saat ini, bukan lagi yang terkuat yang menang, namun yang tercepat (beradaptasi dengan perkembangan teknologi) yang menang. Jika trainer ingin tetap bertahan di era digitalisasi, maka trainer harus cepat menyesuaikan diri, mengikuti derasnya perkembangan teknologi.
Dahulu, persiapan dan pelaksanaan pelatihan dilakukan secara manual, namun sekarang beralih ke digital. Undangan atau jadwal pelatihan dikirim melalui email atau whatsapp, referensi materi bisa dengan mudah dicari di Google atau search engine lainnya, materi dibuat dengan aplikasi Microsoft Word dan Microsoft Powerpoint, absensi dibuat di google form lalu nanti peserta mengisi melalui link, materi tidak lagi dicetak melainkan disimpan di google drive atau one drive dalam bentuk soft file (pdf), bahkan sudah ada perusahaan atau lembaga pelatihan yang mengunakan Learning Management System (LMS) – manajemen pelatihan terintegrasi berbasis daring.
Jika trainer ingin bertahan di era digitalisasi, maka berteman lah dengan teknologi. Trainer harus proaktif mempelajari perkembangan teknologi. Jangan pasif atau malah menolak perubahan. Melawan arus perkembangan teknologi akan memperbesar peluang trainer tergantikan oleh kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) seperti chatGPT yang sedang booming baru-baru ini. Manfaatkan berbagai inovasi teknologi yang bisa membantu trainer dalam menjalankan tugasnya, karena saat ini hampir semua peran kerja mengharuskan keahlian penggunaan teknologi.
- Teamwork
Banyak dari kita yang hebat ketika bekerja sendiri namun gagal menghadapi dinamika kelompok atau tidak berhasil ketika harus bekerjasama dengan orang lain. Padahal, kita bisa mencapai hasil yang lebih baik ketika bekerja dalam sebuah tim. Ingat ini !
T.E.A.M = Together Everyone Achieves More.
Seorang trainer tidak mungkin terhindar dari bekerja dalam tim. Penyusunan modul tidak bisa dilakukan sendiri. Persiapan pelatihan membutuhkan kerjasama dengan pihak lain. Ketika mengajar pun, butuh kerjasama dengan para peserta agar proses pembelajaran berlangsung kondusif. Keahlian bekerja dalam tim tidak bisa dianggap remeh karena keahlian ini sangat mendukung kinerja trainer dalam memfasilitasi pelatihan yang efektif.
Trainer tidak boleh gegabah mengerjakan semuanya sendiri, atau malas bekerjasama dengan orang lain. Hal itu justru bisa membuat trainer kesulitan menjalankan perannya, dimana dalam dunia pelatihan, kerjasama tim sangat diperlukan.
Ingat saja kata Hellen Keller “Alone, we can do so little; together, we can do so much.” – Sendiri, kita melakukan sedikit, bersama, kita bisa melakukan lebih banyak.
Jadi jangan pernah menutup diri untuk bekerjasama dengan seluruh pihak demi suksesnya penyelenggaraan pelatihan.